Pembelajaran Blended Learning; Desain Penerapan di Era New Normal

Penerapan Pembelajaran Berbasis Blended Learning Untuk Era New Normal-Hallo Sobat Pendidik! Berbulan-bulan sudah kita menikmati hidup di musim pandemi Covid-19. Sementara prediksi mengenai kapan pandemi ini akan berakhir belum jua bisa kita pastikan.

Murid-murid kita pun mulai mengeluhkan rasa bosannya untuk terus melanjutkan belajar dari rumah. Semakin jenuh mereka di rumah maka semakin besar pula keinginan untuk segera kembali belajar secara normal di kelas.

Read More

Tentunya hal yang sama juga dirasakan oleh bapak/ibu guru yang sudah kangen menyaksikan canda dan tawa murid-muridnya. Sulit rasanya untuk menjadi guru seutuhnya jika setiap hari hanya menatap wajah para murid pada layar monitor melaui sambungan video conference atau web conference.

Jika boleh memilih, maka dari lubuk hati yang terdalam, kita semua akan lebih bersyukur jika bisa kembali belajar di ruang kelas seperti sedia kala. Bagaimanapun juga Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan tatap maya tak mungkin dijalankan 100% tanpa tatap muka untuk ukuran tingkat SMP dan SMA.

Artinya sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sampai dengan kelulusan tak mungkin tanpa tatap muka sekalipun. Apalagi dengan menyerahkan controlling waktu belajar sepenuhnya di tangan orang tua yang relatif memiliki tingkat kesibukan tinggi.

Maka di tengah kondisi yang belum memungkinkan untuk membuka kembali gerbang sekolah, sangatlah urgent bagi insan pendidikan untuk menyiapkan desain pembelajaran di era kebiasaan baru atau new normal.

Pembelajaran Era New Normal

Menjawab kebutuhan di atas, maka perlu adanya desain pembelajaran era new normal yang memfasilitasi peserta didik untuk hadir bertatap muka di kelas dengan para guru, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sesuai arahan pemerintah tetap dilaksanakan, hanya saja demi terjaminnya standar mutu pendidikan (dalam hal ini standar mutu lulusan), PJJ perlu diselingi dengan tatap muka secara terstruktur dan dilakukan dengan monitoring yang baik.

Bagaimana pun juga, dengan adanya selingan tatap muka, selain sebagai ‘tombo kangen’, pastinya dimungkinkan beberapa kendala yang terjadi selama belajar mandiri di rumah bisa diselesaikan. Lantas kosep pembelajaran seperti apa yang kiranya paling cocok untuk kita terapkan saat pandemi ini?

Mengapa Harus Blended Learning?

Beberapa pendapat menyebutkan, bahwa pembelajaran blended learning adalah solusi tepat untuk saat ini. Alasan mengapa blended learning perlu diterapkan dalam pembelajaran antara lain dijelaskan oleh Graham, Allen, dan Ure dalam Graham (2006). Setidaknya ada 3 alasan yang melatar belakangi urgensi dari penerapan pembelajaran blended learning ini:

  1. Alasan Pedagogi 

Kita tentunya tidak bisa menutup mata dengan sumber daya guru di sebagian besar wilayah Indonesia yang masih memanfaatkan pedagogi (seni mengajar) tradisional. Meskipun dunia sudah beranjak ke era 4.0, namun pembelajaran tradisional pun belum bisa ditinggalkan dengan sejuta alasan.

Jika perihal SDM ini langsung dipaksakan untuk beralih kepada proses KBM secara online tentunya butuh waktu. Pada sisi lain juga masih menjadi pertanyaan kita semua; apakah kebutuhan gadget dan perangkat kuota internetnya telah disiapkan oleh pemerintah secara merata?

Ringkasnya, jika mau langsung dipaksakan 100% PJJ, maka secara pedagogi pelaksanaan pembelajaran online dengan menggunakan seperangkat teknologi informasi membutuhkan penyesuaian. Dari pedagogi tradisional akan berkembang menjadi pedagogi digital (digital pedagogy).

Pedagogi digital akan mempengaruhi gaya dan startegi mengajar guru. ‘Guru-guru tua’ akan kerepotin dengan hal ini jika tanpa pendampingan yang memadai. Sementara guru-guru muda yang relatif lebih menguasai pedagogi digital akan mudah sekali berselancar. Mereka tahu kapan mengajar menggunakan teknologi informasi dan kapan tidak menggunakan.

2. Peningkatan Akses & Fleksibilitas

Salah satu perbedaan pembelajaran online dengan blended learning adalah proporsi pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran. Akan dikatakan pembelajaran online, jika 80-100% proses benar-benar telah terintegrasi secara online. Sementara pembelajarn blended learning hanay sekitar 30-70% dalam memanfaatkan sistem online untuk tatap maya. Selebihnya adalah tatap muka di kelas mapun layanan klinis yang dibuka oleh masing-masing guru bidang studi.

Bagi wilayah tertentu, anggaplah beberapa kota besar di Indonesia, pastinya tidak ada kendala untuk melaksanakan full pembelajaran online, apalagi blended learning. Bagaimana pun kemampuan murid-murid di kota untuk mengakses internet jauh lebih mudah karena didudukung oleh perkembangan kemajuan tempat tinggalnya.

Hal ini yang menjadikan pembelajaran blended learning mudah sekali diterapkan selama protokol kesehatannya dipenuhi. Melalui konsep blended learning, pihak sekolah bisa mengundang murid untuk tatap muka jika sudah diperlukan, namun selebihnya mempersilahkan para guru untuk menggunakan platform pendidikan digital.

Baca Juga:  Cara Berpikir Kritis & Prosesnya Menurut Ahli [Milton Keynes]

Tentunya para guru yang familiar dengan internet sudah mengenali platform digital yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bisa menggunakan media yang sederhana seperti WhatsApp (WA) atau menggunakan sistem pembelajaran kelas digital seperti Kelas Maya di Rumah Belajar, Google Classroom, Edmodo, dan sebagainya.

Pembelajaran menggunakan platform digital juga bersifat fleksibel, bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dengan apa saja. Siswa tidak terikat oleh tempat, waktu, dan perangkat media pembelajaran. Jadi benar-benar memberikan keleluasaan siswa untuk belajar.

3. Efektifitas Biaya

Tidak bisa kita pungkiri, para pengelola sekolah pastinya akan mengeluarkan biaya lebih untuk tambahan kebutuhan standar protokol kesehatan. Kita bisa berhitung, jika setiap hari murid masuk sekolah untuk tatap muka, maka berapa biaya untuk hand sanitizer selama satu tahun anggaran.

Apabila pembelajaran menerapkan blended learning maka beban pembiayaan tidak bertumpu pada sekolah, terjadi cost sharing dengan wali murid. Dengan blended learning akan bisa menjangkau seluruh kalangan dari berbagai tempat. Intensitas murid datang ke sekolah yang dibatasi hanya pada hari tertentu akan sangat memangkas biaya protokol kesehatan tersebut.

Saat tidak hadir di sekolah, baik murid maupun guru dapat memanfaatkan buku digital sebagai sumber belajar, dan tanpa ada kewajiban membeli buku cetak. Begitu juga dengan kebutuhan laboratorium, saat murid tak hadir di sekolah maka pembelajaran di lab bisa diganti dengan menonton you tube, atau video yang dikirim oelh bapak/ ibu guru. Hal ini akan mengurangi pengeluaran bahan-bahan laboratorium. Begitu juga dengan alat-alat atau peralatan praktek murid-murid Sekolah Menengah Kejuruan.

Saya kira, tiga alasan di atas sangat sesuai dengan urgensi pelaksanaan pembelajaran blended learning pada masa “New Normal”. Lalu pembelajaran Blended Learning itu seperti apa?

Harapan yang Bisa Ditawarkan

Pembelajaran blended learning memang diharapkan dapat mempermudah para peserta didik untuk menerima instruksi pembelajaran maupun bahan ajar dari para guru, yang mana hal ini sulit didapatkan jika pembelajaran dilaksanakan 100% secara online.

Melalui blended lerning terbuka peluang yang lebih luas antara murid, guru, manajemen sekolah, serta orang tua, untuk bersama-sama mensukseskan tujuan pendidikan yang saling menguntungkan

Beberapa tujuan dari pembelajaran blended learning antara lain disebutkan oleh Pradnyana (2013):

  1. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
  2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi pendidik dan peserta didik untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
  3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online.
  4. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para peserta didik dalam pengalaman interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama peserta didik memiliki akses Internet.
  5. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melaluipenggunaan metode pembelajaran yang bervariasi.

Dilihat dari tujuan-tujuan di atas, maka blended learning sangat mendukung sekali untuk dilaksanakan di masa era new normal ini. Namun sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita insigt terlebih dahulu mengenai pengertian blended learning.

Pengertian Menurut Ahli

Secara umum blended learning merupakan proses mempersatukan beragam metode belajar yang dapat dicapai dengan mengkolaborasikan sumber-sumber belajar digital dengan bahan ajar fisik atau pertemuan tatap muka.

Adapun kalo kita telisik beberapa pendapat ahli, antara lain;

Driscool & Carliner (2005:234), mendefinisikan blended learning sebagai proses mengintegrasikan atau menggabungkan program belajar dalam format yang berbeda untuk mencapai tujuan umum. Pendapat ini memandang blended leaning sebagai sebuah kombinasi berbagai strategi di dalam pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan sebagai penggabungan dua atau lebih metode dan strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Senada dengan pendapat di atas, Kurtus (2004) menyatakan blended learning sebagai campuran dari berbagai strategi pembelajaran dan metode penyampaian yang ditujukan untuk mengoptimalkan pengalaman belajar bagai penggunanya.


Melalui strategi ini, menurut  (Elliot, 2002), pembelajaran blended learning memungkinkan penggunaan sumber belajar online, terutama yang berbasis web/blog, tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka.

Pendapat lain datang dari Allen, Seaman, and Garrett (2007), yang mendefinisikan blended learning;

The definition of an online program or blended program is similar to the definition used for courses; an online program is one where at least 80 percent of the program content is delivered online and a blended program is one where between 30 and 79 percent of the program content is delivered online.”

Dari beberapa definisi di atas, kita bisa ringkas, bahwasanya pembelajaran blended learning merupakan percampuran dua tau lebih strategi atau metode pembelajaran untuk mencapai hasil/ pengalaman belajar yang diharapkan. 

Karakteristik Blended Learning Menjawab Kebutuhan Interaksi Belajar Murid

Setelah kita pahami definisi dari para ahli, maka kita bisa menyimpulkan beberapa karakteristik yang terdapat pada pembelajaran blended learning: 

  1. Pembelajaran  blended learning menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
  2. Sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.
  3. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
  4. Pengajar dan orangtua peserta belajar memiliki peran yang sama penting, pengajar sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.
Baca Juga:  Puisi Untuk Guru Tercinta yang Menyentuh Hati

Dengan beberapa karakteristik tersebut, apakah blended learning sudah menjawab kebutuhan interaksi belajar sebagaimana yang selama musim pandemi ini di keluhkan? Jawabannya adalah sangat memungkinkan untuk menjawab persoalan tersebut.

Blended Learning Menjawab Persoalan Minimnya Interaksi Belajar 

Dampak positif dari penggunanan konsep blended learning adalah hadirnya interaksi belajar antara sesama peserta didik, dan peserta didik dengan guru tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Kususnya saat melaksanakan pembelajaran online.

Beberapa interaksi belajar juga dapat diparktikkan saat jam belajar online. Secara umum Moore (dalam Albion, 2008) mengklasifikasikan empat jenis interaksi disaat pembelajaran online berlangsung: 

  1. interaksi peserta didik dengan konten materi
  2. interaksi peserta didik dengan interface teknologi.
  3. interaksi dengan instruktur
  4. interaksi peserta didik dengan peserta didik

Adapun saat jadwalnya konsultasi belajar ke sekolah, murid bisa berdiskusi dengan guru sesuai jam dan hari yang telah diatur secara terstruktur. 

Kunci Sukses Pembelajaran BL

Beberapa hal yang dipandang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran blended learning (BL) ini antara lain disebutkan oleh Carman (2005). Setidaknya ada lima kunci utama dalam proses pembelajaran blended learning; 

Kunci Sukses Pembelajaran Blended Learning

  1. Live Event, pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama ataupun waktu sama tapi tempat berbeda.
  2. Self-Paced Learning, yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta didik belajar kapan saja, dimana saja secara online.
  3. Collaboration, mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pendidikpeserta didik maupun kolaborasi antar peserta didik.
  4. Assessment, pendidik harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen online dan offline baik yang bersifat tes maupun non-tes (proyek kelas).
  5. Performance Support Materials, pastikan bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, dapat diakses oleh peserta didik baik secara offline maupun online.

Unsur-unsur Blended Learning

Soler, dkk (2017) menyebutkan ada enam unsur yang harus dipenuhi atau harus ada dalam pembelajaran blended learning, yaitu: tatap muka, belajar mandiri, menggunakan aplikasi, kegiatan tutorial, adanya kerjasama, dan evaluasi.

1. Tatap muka

Dalam blended learning tatap muka tetap dilakukan. Pada kesempatan ini lah guru akan menyampaikan pengantar pembelajaran secara umum dan menyampaikan materi-materi dasar, serta beberapa tutorial yang diperlukan selama proses belajar. Setelah tatap muka dirasa cukup, murid bisa melanjutkan belajar secara daring maupun luring.

2. Belajar Mandiri

Setelah mengikuti tatap muka di kelas, murid dipersilahkan melaksankan pendalaman materi secara mandiri dari beberapa sumber yang bisa dirujuk sesuai petunjuk guru. Adapun waktu, dan tempat belajar diserahkan kepada murid. Murid bisa mencatat hal-hal dan permasalahan yang didapatkan selama proses memahami materi secara mandiri, untuk kemudian didiskusikan kepada guru maupun sesama murid pada saat live event.

3. Menggunakan aplikasi

Dalam proses belajar mandiri, murid bisa berinteraksi menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara tidak langsung dengan guru atau teman yang lain. Aplikasi ini biasa menggunakan yang sederhana seperti WhatsApp (WA) atau menggunakan platform tertentu yang lebih terpadu seperti Kelas Maya, Google Classroom, Edmodo, Trello, dan sebagainya.

Begitu juga dalam mencari referensi sumber belajar, murid dapat mencarinya melalui serach engine google maupun aplikasi seperti e-library dan e-book. 

4. Kegiatan Tutorial

Kegiatan tutorial ini bisa dilaksanakan secara tatap muka ataupun PJJ menggunakan aplikasi belajar. Bisa juga bapak/ibu guru memberikan arahan untuk menyaksikan tutorial melalui you tube, televisi ataupun dari video yang bapak/ibu guru kirimkan.

Tugas bapak ibu/guru sebagai tutor adalah memberikan bantuan disaat murid menghadapi kendala dalam belajar/ malaksankan tugas praktek secara mandiri.

5. Kerjasama

Disamping belajar mandiri, blended learning juga merupakan salah satu model pembelajaran kolaboratif. Murid-murid kita bisa melakukan kerjasama, ataupun dengan guru dalam menyelesaikan sebuah persoalan yang diberikan.

Kerjasama ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dilakukan disaat ada kesempatan bertatap muka, baik di sekolah maupun di daerah tempat tinggal murid (dengan berpatokan pada protokol kesehatan). Sedangkan tidak langsung melalui platform pembelajaran kolaboratif online, seperti Lark.

6. Evaluasi

Pada situasi pandemi seperti ini, tentunya sistem evaluasi pembelajaran juga harus menyesuaikan. Kebetulan pada pembelajaran blended learning telah memiliki metode evaluasi tersendiri.

Evaluasi blended learning didasarkan pada proses dan hasil yang dapat dilakukan melalui penilaian kinerja peserat didik berdasarkan portofolio. Portopolio ini dapat berupa hasil penyelesaian peserta didik dalam studi kasus, interpretasi bacaan, esai, kuesioner, proyek, kerja kolaboratif maupun praktik.

Baca Juga:  Mengembangkan Kreativitas Murid Abad 21

Penilaian tidak dari guru saja, tetapi perlu ada penilaian diri. Penilaian diri ini dilakukan oleh peserat didik sendiri maupun rekan satu kelasnya. Hal ini bisa untuk melatih murid tersebut untuk membangun karakter mandiri, bertanggungjawab, dan bersikap jujur.

Namun demikian, penilaian dengan kuis, tugas, maupun yang biasa diterapkan dalam pembelajaran konvensional masih tetap diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan pencapaian standar kompetensi minimal, tetapi tidak menjadi satu-satunya cara penilaian (Yuniarto, 2015).

Model Pembelajaran Blended Learning Untuk Era New Normal

Melihat situasi era new normal sekarang ini, ada beberapa model pembelajaran blended learning yang bisa kita ajukan. Haughey (1998) mengungkapkan bahwa terdapat tiga model dalam pengembangan pembelajaran Blended Learning;

  1. Model Web course

Model ini menekankan pada penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya
disampaikan melalui Internet.

2. Model Web Centric Course

Model ini memadukan penggunaan Internet untuk PJJ dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui Internet,dan sebagian lagi melalui tatap muka yang fungsinya saling melengkapi.

Dalam model ini pendidik bisa memberikan petunjuk pada peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui Internet tersebut.

3. Model Web Enhanced Course

Model ini sekadar memanfaatkan internet sebagai penunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Oleh karena itu peran pendidik dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di Internet, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui Internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

Tentunya sebelum kita menentukan akan menggunakan model yang mana dari ketiga model di atas, terlebih dahulu harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, aktifitas pembelajaran yang relevan, serta menentukan aktifitas mana yang relevan dengan pembelajaran konvensional dan aktifitas mana yang relevan untuk online learning, bagaimanakah penyampaian kontennya?

Kemudian berapa persen untuk pembelajaran tatap muka? Dan berapa persen untuk pembelajaran online? Di sisi lain juga perlu dipertimbangkan kemampuan akses internet para murid.

Dari penjelasan di atas, dan dengan berbagai pertimbangan situasi di tengah pandemi, maka kecenderungan kita semua adalah memilih model Web Centric Course. Dimana model ini akan memadukan antara PJJ dan tatap muka secara lebih fleksibel.

Sintaks Blended Learning

Sintaks atau tahap-tahap pembelajaran blended learning yang dilakukan oleh murid bisa kita bagi menjadi 3 tahap:

Sintak Pembelajaran Blended Learning

  1. Seeking of information

Pencarian informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia secara online maupun offline dengan berdasarkan pada relevansi, validitas, reliabilitas konten dan kejelasan akademis

2. Acquisition of  information

Pada tahap ini, murid akan menemukan, memahami, serta mengkonfrontasikannya dengan ide atau gagasan yang telah ada dalam pikiran, kemudian menginterprestasikan informasi dari berbagai sumber yang tersedia, sampai mereka mampu mengkomunikasikan kembali menggunakan fasilitas online/offline.

3. Synthesizing of knowledge

Pada tahap ini, murid akan mengkonstruksi/merekonstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh.

Pada tahap ini guru juga bisa meminta murid untuk menyampaikan kesimpulannya secara japri sebagai bukti hasil belajar mandirinya.

Desain Pembelajaran

Untuk desain pembelajarannya tentunya sangatlah mudah, dan semua bisa ditentukan oleh manajemen sekolah. Tentunya setelah melaui berbagai pertimbangan dan perijinan dari pihak Satgas penanggulangan Covid-19 setempat.

Yang perlu pertama perlu dirumuskan adalah jumlah jam pelajaran setiap bulan. Lalu tentukan berapa presentase waktu untuk tatap muka dan tatap maya.

Misal, ada 20 jam pelajaran matematika dalam satu bulan. Maka Bapak/ ibu guru bisa mengambil 2-4 jam pelajaran di awal bulan untuk memberikan instruksi pembelajaran. Kemudian 2-4 jam pelajaran diakhir bulan bisa bertatap muka kembali untuk melaksanakan evaluasi.

Waktu selebihnya adalah KBM dengan media online yang disediakan oleh manajemen sekolah. Begitu seterusnya sampai dengan seluruh kompetensi dasar yang direncanakan tercapai.

Jadi, pada pokoknya desain pembelajaran blended learning dibuat sefleksibel mungkin sesuai kondisi sekolah bapak/ ibu guru.

Tentunya segala proses pembelajaran yang dilaksanakan pada masa new normal ini akan berbeda dari pembelajaran biasa. Maka kita pun membutuhkan rujukan regulasi dan kurikulum yang disiapkan oleh dinas pendidikan setempat.

Pemerintah juga harus mengkaji kesiapan sekolah dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Bagaimanapun kepuasan dan keselamatan peserta didik dalam mengikuti KBM adalah prioritas nomor satu!

About Author

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *