Inilah Janji Indonesia Pada Saudara Muslim Sedunia! – Saatnya Indonesia bangkit dan maju untuk masa depan yang lebih indah
“Persaudaraan Islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing.” ( Sutan Syahrir)
Tiga setengah abad bukanlah waktu sebentar untuk menjalani hidup di alam penjajahan. Kemarau kebahagiaan sampai bersilsilah keturunan. Perjuangan merebut kebahgiaan yang terampas, Sudah tak terhitung lagi tetes darah mengaliri bumi pertiwi demi mengusir kolonialisme. Asalkan Indonesia merdeka semua direlakan. Hingga menghasilkan kata ‘merdeka’. Namun satu kata itu belum cukup dimaknai sebagai keberhasilan membungkam penjajahan semata, karena harus juga menyuarakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sungguh itu tugas yang tak mudah. Lantas bagaimana mengawalinya? Disaat keterbatasan menyapa mereka?
Sadar bahwa lahirnya Indonesia butuh pengakuan, berangkatlah Haji Agus salim didampingi Mohammad Natsir muda untuk melakukan roadshow ke beberapa tetangga yang mungkin bisa mengulurkan bantuan. Negeri manakah yang mereka tuju? Ternyata mereka tidak terbang ke Amerika, Inggris atau Perancis. Padahal mereka adalah komplotan negara dengan tingkat ekonomi mapan dan pertama dalam meneriakan hak azasi manusia. Ternyata seorang muslim negarawan (bukan negarawan muslim) seperti H. Agus Salim dan M Natsir memilih kunjungan kenegaraan pertamanya ke Mesir, ke saudara negara muslimnya. Dan Hasilnya luar biasa!
Tanpa syarat Mesir langsung mengirim konsulat jenderalnya yang saat itu berada di Boombay menuju ke Ibu Kota Negara Yogyakarta. Diikuti antusiasme rakyatnya, mereka segera berkumpul untuk mengadakan rapat umum yang menghasilkan rekomendasi; pemboikotan produk Belanda, dilanjutkan penutupan pelabuhan dan bandara bagi Belanda. Dan masih ditambah dengan pembentukan tim kesehatan untuk menolong korban agresi. Sungguh kado yang istimewa untuk Indoesia waktu itu. Kurang dari dua tahun berikutnya setelah kondisi memungkinkan, tepatnya pada tanggal 10 juni 1947 Mesir secara legal kenegaraan menyatakan dukungan berdirinya Republik Indonesia. Setelah penandatanganan naskah kerjasama di Kairo kala itu, Presiden Sukarno pun berucap:” Karena di antara kita terdapat timbal balik pertalian agama.”

Lebih hebat lagi dukungan dari saudara-saudara di Palestina yang sesungguhnya mereka pun sedang bergulat dengan upaya pembebasan negerinya. Tak ketinggalan menyatakan dukungannya. Bahkan pemimpin tertinggi pembebasan Palestina, Muhammad Ali Taher menyumbangkan seluruh hartanya untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa sejarawan menuturkan bahwasanya perjuangan kemerdekaan RI mendapatkan lebih dukungan Mesir dan Palestina karena adanya kedekatan tokoh Ikwanul Muslimin dengan para tokoh Muslim Indonesia seperti Agus Salim, Sutan syahrir, dan M. Natsir. Tapi jelasnya dukungan Mesir dan Palestina itu adalah nyata. Sebagai bentuk ejawantah ajaran Nabi SAW; “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menganiaya ataupun membiarkan dianiaya. Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Alloh akan memenuhi kebutuhannya. barang siapa membebaskan kesusahannya di dunia maka Alloh akan membebaskan kesusahannya di akhirat…”(HR. Bukhari). Jika para Muslim negarawan itu tidak meyakini ‘atas berkat rahmat Alloh’ Indonesia bisa merdeka, atau sila Ketuhanan Yang Maha Esa hanya dijadikan buah bibir saja maka mereka memilih mengayunkan langkah ke negara-negara yang sudah mapan secara logika mata manusia.
Kini, sekian puluh tahun berlalu. Kondisi situasi dalam negeri telah bergeser. Saudara kita Mesir dan Palestina yang dahulu ikut bersusah payah membantu negara Indonesia yang baru lahir itu agar bisa segera berdiri dan melanjutkan hidupnya, sekarang menghadapi situasi yang jauh kurang menguntungkan secara keamanan dan pembangunan. Mesir mengalami kudeta berdarah, dan Palestina masih dalam keterjajahan Israel. Begitu juga saudara muslim di belahan bumi yang lain. Semua menanti gerakan penyelamatan. Menanti Indonesia bergerak. Menitip harap pada Indonesia.
Bukankah sesaat setelah proklamasi Indoesia memberikan janji pada dunia? Betapa janji itu juga rutin dibacakan pada upacara bendera di sekolah dan kantor-kantor kedinasan, saat upacara bendera. Bukankah salah satu maksudnya agar anak-anak bangsa Indonesia yang sedang dididik mengingat janji-janji itu?
“Ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Begitulah salah satu janjinya. Sebuah ucap janji yang disampaikan kepada dunia. Untuk didengar oleh telinga internasional dan dilunasi oleh Indonesia. Sehingga janji itu akan terus menjadi hutang yang menggantung selama apa yang terjadi di Palestina, Mesir, Suriah, dan di bumi jihad lainnya, dipandang sebagai kewajiban yang boleh dilupakan.
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
1 comment