Freeport, Industri Keruk Bumi Penghancur Masal

Industri pertambangan Freeport
Industri pertambangan Freeport

Freeport, Industri Keruk Bumi Penghancur Masal – Indonesia yang sangat luar biasa kaya dengan sumber daya alamnya berhak menikmatinya dengan caranya sendiri, apakah pihak lain diperbolehkan ikut menikmatinya?

Industri Pertambangan Freeport

Sebuah hutan dengan nilai-nilai sosial  budaya yang sangat kuat bagi penduduk lokal dan gunung Wijaya sebagai keajaiban alam telah lenyap menjadi  danau yang sangat jelek dan diiringi oleh luasan area sekitar pertambangan yang rusak total. Atas nama investasi, PT.Freeport McMoran and gold Inc, perusahaan  tambang raksasa yang berpusat di New Orleands, asal negerinya presiden Obama, tak henti-hentinya membelah bumi di Timika-Papua, kemudian menggotong hasilnya keluar negeri. Seolah bumi di sana akan terus dihancurkan meskipun telah nyata dampak kerusakan  lingkungannya dan bisa menjadi warisan abadi antar generasi.

Read More
Industri pertambangan Freeport
Industri pertambangan Freeport

Menurut direktur WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Chalid Muhammad, dari segi kerusakan fisik saja telah terjadi banyak kerusakan. Pertama, kerusakan lingkugan hidup  dimana sungai-sungai disana  tidak lagi disebut sungai karena menjadi tempat buang limbah (tailing), bahkan sudah menyebar ke laut Arafuru. Kedua, hancurnya fenetasi hutan daratan di beberapa dataran rendah wilayah Timika. Ketiga, terjadi perubahan iklim mikro akibat aktivitas penambangan terbuka. Dan masih menurut beliau: ”jumlah yang kita terima  sangat amat kecil jika dibandingkan ongkos yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakannyanya”.

Sebuah lembaga audit lingkungan independen Dames & Moore melaporkan pada tahun 1996 dan disetujui  oleh pihak freeport, ada sekitar 3,2 milliar ton limbah yang dihasilkan sepanjang beroperasinya. Dan tahukah anda terutama para wanita yang saya muliakan, untuk mendapatkan  satu gram emas saja  yang terpasang dijari manis anda, dibutuhkan sedikitnya 104 liter air, membuang 750 kg limbah lumpur tailing dan 1730 kg limbah batuan. Dengan kata lain industri pertambangan emas  menghasilkan limbah  2.480 ribu kali berat produk yang dihasilkan. Dan deposition area tailing (tempat pembuangan sampah tailing) kini telah mencapai lebih dari 230 km yang kemudian membentuk pulau-pulau kecil di sungai-sungai  Papua.(sumber: sabili)                                           

Sekitar tahun 2003 lalu pemerintah meneken kontrak karya generasi kedua yang akan berakhir 30 tahun kedepan. Dengan kesepakatan itu Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan royalti sebesar 9%. Dan  dari hasil pengerukan tersebut menghasilkan  PAD (Pendapatan Asli Daerah) 70% bagi Papua dan 98% bagi Timika. (sumber:Sabili)

Menurut saya, tanpa kita berdebat mengenai jumlah rupiah maupun dolar yang diterima oleh Papua maupun Timika,  karena memang sejauh ini tidak ada transaparasinya, yang pasti presentase jumlah keuntungan itu belum berdampak signifikan, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Papua tetap pada posisi yang sangat rendah, angka kematian ibu dan anak tetap tinggi, dan kekurangan gizi masih memprihatinkan. Fasilitas-fasilitas pendukung kemajuan peradaban pun belum terbangun secara memadai.

Inilah sebuah situasi yang paradoksal. Sungguh ironi, rakyat Papua dengan cadangan  bijih emas terbesar di dunia, diperkirakan terkandung 2.5 milyar ton di tanahnya, dijadikan korban atas nama pembangunan yang tidak berkeadilan. Hartanya dipakai untuk membangun negeri orang bule (Amerika), sementara mereka hidup menderita di tengah hutan belantara

Baca juga Indonesia harus menjadi negara adidaya

Emas biasa dibayangkan dengan sesuatu yang kemilau nan cantik, mewah, elegan dan gemerlapan. Kemudian penduduk disekitar pertambangan kita bayangkan sebagai masyarakat kaya, sejahtera diiringi oleh kemajuan peradabannya. Sayang ini tidak berlaku bagi mereka yang masih menggunakan koteka meskipun seharusnya merekalah yang paling berhak untuk memanfaatkan hasil kekayaan alamnya. Mungkin di alam rimba raya mereka berteriak:

Kembalikan Wijayaku,

Karena disana lah isteri-isteriku dan anak-anaku  bercanda  dan asyik bermain,

 Bukan di TMII, bukan di Ancol, bukan pula di Gelora Senayan…

Rimbanya adalah tempat yang paling nyaman untuk kami bermalam, bukan di HI bukan pula di tower-tower apartement

Silahkan ambil emasku karena engkau memang rampok yang dilegalkan konstitusi,

 Tapi apakah kalian bisa mengebalikan bumiku seperti sedia kala?

Kepada siapakah warisan leluhur itu diwariskan?

Bukan kami tidak percaya dengan Jakarta atau iri dengan gemerlapnya Monas,

Kami  hanya mencoba bereaksi menuntut hak anak-anak kami,

Sudah seharusnya kekayaan alam milik bangsa   dimanfaatkan sebesar-besarnya  untuk kemakmuran rakyat, karena sumber daya alam adalah milik nasional bukan miliknya perusahaan transnasional yang menjadi alat para pengabdi kapitalis global. Untuk itu perlunya renegosiasi kontrak untuk mengkalkulasi cost and benefit yang harus dikeluarkan dan diterima pemerintah Indonesia.

Baca Juga:  15 Puisi Tentang Budaya yang Menggugah, Cintai Budaya Kita!

Di sinilah sesungguhnya letak nasionalisme, penjajahan terhadap sejengkal wilayah kedaulatan NKRI harus dirasakan sebagai penjajahan terhadap seluruh negeri. Bukan berjiwa nasionalis yang dangkal, bias dan bersifat simbolik, yaitu dengan mendukung penuh tim PSSI-Garuda Muda kesayangan kita saat bertanding di Sea Games walaupun akhirnya tumbang juga di tangan Malaysia. Tetapi tidak mau tau bahwa di ujung paling timur Indonesia, tanah kelahiran Tibo, Wanggae, dan Okto, kini sedang mengalami permasalahan yang krusial.

Kepada segenap anak bangsa yang ”sadar” akan peran-perannya sebagai generasi raushan fikr (intelektual tercerahakan) diharapkan ikut menyerukan persoalan ini. Karena bagi pribadi yang sadar, jika tidak melakukan sesuatu maka akan berdosa jika membiarkan kejahatan itu tetap berlangsung (sin of crime of omission)

Akibat keteledoran kita sebagai bangsa,  sepertinya kekayaan Papua bisa lepas dari dari jari-jemari tangan sebagaian besar warganya. Negeri yang kaya raya ini tidak mampu memberikan manfaat kepada sebagian besar rakyatnya yang masih berkubang dalam kemiskinan.  Bagaikan ayam sekarat di lumbung padi!!

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Ar-rum:41)

Ya Alloh, dengan  Nama-Mu telah ku serukan, maka bimbinglah pergerakannya. Jangan biarkan bumi hancur sebelum penduduknya beriman kepada-Mu dan menuai sejarah emas perdabannya.demikian, doa ku untu mu, wahai saudara timur ku…

About Author

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment